This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Monday, June 4, 2012

makalah seni teater

Makalah Seni Budaya
Seni Teater


Kata Pengantar

Assalamu’alaikum wr.wb.
Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan tugas ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Tugas ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang beberapa cerita teater di Indonesia, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Tugas ini memuat tentang “TEATER” , Teater adalah istilah lain dari drama, tetapi dalam pengertian yang lebih luas, teater adalah proses pemilihan teks atau naskah (kalau ada) , penafiran, penggarapan, penyajian atau pementasan dan proses pemahaman atau penikmatan dari public atau audience (bisa pembaca, pendengar, penonton, pengamat, kritikus atau peneliti). Proses penjadian drama ke teater disebut prose teater atau disingkat berteater. Teater berasal dari kata theatron yang diturunkan dari kata theaomai(bahasa yunani) yang artinya takjub melihat atau memandang.
Teater bisa diartikan dengan dua cara yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas.
Teeater dalam arti sempit adalah sebagai drama (kisah hidup dan kehiudpan manusia yang diceritakan di atas pentas, disaksikan orang banyak dan didasarkan pada naskah yang tertulis.
Dalam arti luas, teater adalah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak contohnya wayang orang, ketoprak, ludruk dan lain-lain.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada guru Seni Budaya yaitu Ibu Hasni yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara kami menyusun karya tulis.
Semoga karya tulis ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun Karya tulis ini ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya.

Wassalamu’alaikum wr.wb.



                                Tanuntung, 24 January 2012



                                    (Penyusun)









Daftar Isi
  
Sampul (Cover)……………………………………………………
Kata Pengantar ……………………………………………………
Daftar Isi …………………………………………………………..
Latar Belakang …………………………………………………...
Bab 1 Pengetahuan ……………………………………………….
1.    Pengertian Teater ………………………………………
2.    Sejarah Teater Indonesia ………………………………
3.    Unsur  Pembentuk Teater………………………………
Bab 2 (Setting) Lakon …………………………………………….
Bab 3 Penyutradaraan ……………………………………………
Bab 4 Pemain & Penonton………………………………………..
1.    Akting yang Baik ……………………………………….
2.    Penonton …………………………………………………
Bab 5 Tata Artistik ……………………………………………….
Kritik dan Saran ………………………………………………….
Daftar Pustaka ……………………………………………………







Latar Belakang

Sejarah panjang seni teater dipercayai keberadaannya sejak manusia mulai melakukan interaksi satu sama lain. Interaksi itu juga berlangsung bersamaan dengan tafsiran-tafsiran terhadap alam semesta. Dengan demikian, pemaknaan-pemaknaan teater tidak jauh berada dalam hubungan interaksi dan tafsiran-tafsiran antara manusia dan alam semesta. Selain itu, sejarah seni teater pun diyakini berasal dari usaha-usaha perburuan manusia primitif dalam mempertahankan kehidupan mereka. Pada perburuan ini, mereka menirukan perilaku binatang buruannya.

Setelah selesai melakukan perburuan, mereka mengadakan ritual atau upacara upacara sebagai bentuk “rasa syukur” mereka, dan “penghormatan” terhadap Sang Pencipta semesta. Ada juga yang menyebutkan sejarah teater dimulai dari Mesir pada 4000 SM dengan upacara pemujaan dewa Dionisus. Tata cara upacara ini kemudian dibakukan serta difestivalkan pada suatu tempat untuk dipertunjukkan serta dihadiri oleh manusia yang lain.

The Theatre berasal dari kata Yunani Kuno, Theatron yang berarti seeing place atau tempat menyaksikan atau tempat dimana aktor mementaskan lakon dan orang-orang menontonnya. Sedangkan istilah teater atau dalam bahasa Inggrisnya theatre mengacu kepada aktivitas melakukan kegiatan dalam seni pertunjukan, kelompok yang melakukan kegiatan itu dan seni pertunjukan itu sendiri. Namun demikian, teater selalu dikaitkan dengan kata drama yang berasal dari kata Yunani Kuno, Draomai yang berarti bertindak atau berbuat dan Drame yang berasal dari kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah atau dalam istilah yang lebih ketat berarti lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting tapi tidak bertujuan mengagungkan tragika.

Kata drama juga dianggap telah ada sejak era Mesir Kuno (4000-1580 SM), sebelum era Yunani Kuno (800-277 SM). Hubungan kata teater dan drama bersandingan sedemikian erat seiring dengan perlakuan terhadap teater yang mempergunakan drama ’lebih identik sebagai teks atau naskah atau lakon atau karya sastra. Terlepas dari sejarah dan asal kata yang melatarbelakanginya, seni teater merupakan suatu karya seni yang rumit dan kompleks, sehingga sering disebut dengan collective art atau synthetic art artinya teater merupakan sintesa dari berbagai disiplin seni yang melibatkan berbagai macam keahlian dan keterampilan.

Seni teater menggabungkan unsur-unsur audio, visual, dan kinestetik (gerak) yang meliputi bunyi, suara, musik, gerak serta seni rupa. Seni teater merupakan suatu kesatuan seni yang diciptakan oleh penulis lakon, sutradara, pemain (pemeran), penata artistik, pekerja teknik, dan diproduksi oleh sekelompok orang produksi. Sebagai seni kolektif, seni teater dilakukan bersama-sama yang mengharuskan semuanya sejalan dan seirama serta perlu harmonisasi dari keseluruhan tim. Pertunjukan ini merupakan proses seseorang atau sekelompok manusia dalam rangka mencapai tujuan artistik secara bersama. Dalam proses produksi artistik ini, ada sekelompok orang yang mengkoordinasikan kegiatan (tim produksi). Kelompok ini yang menggerakkan dan menyediakan fasilitas, teknik penggarapan, latihan latihan, dan alat-alat guna pencapaian ekspresi bersama. Hasil dari proses ini dapat dinikmati oleh penyelenggara dan penonton.

Bagi penyelenggara, hasil dari proses tersebut merupakan suatu kepuasan tersendiri, sebagai ekspresi estetis, pengembangan profesi dan penyaluran kreativitas, sedangkan bagi penonton, diharapkan dapat diperoleh pengalaman batin atau perasaan atau juga bisa sebagai media pembelajaran. Melihat permasalahan di dalam teater yang begitu kompleks, maka penulis mencoba membuat sebuah paparan pengetahuan teater dari berbagai unsur.

Bab I
Pengetahuan
  
1.    Pengertian Teater
Secara etimologis : Teater adalah gedung pertunjukan atau auditorium. Dalam arti luas, teater ialah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Teater bisa juga diartikan sebagai drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas dengan media : Percakapan, gerak dan laku didasarkan pada naskah yang tertulis ditunjang oleh dekor, musik, nyanyian, tarian, dsb.
2.    Sejarah Teater Indonesia
Sejarah teater tradisional di Indonesia  dimulai sejak sebelum Zaman Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda bahwa unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan untuk  mendukung upacara ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari  suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara  kehidupan masyarakat kita. Pada saat itu, yang disebut “teater”,  sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater, dan belum merupakan  suatu bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari  kaitan upacara, unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari spontanitas rakyat dalam masyarakat  lingkungannya.  Proses terjadinya atau munculnya teater tradisional di Indonesia bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini  disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu berbeda-beda, tergantung kondisi dan sikap budaya masyarakat, sumber dan tata-cara di mana teater tradisional lahir.
3.    Unsur Pembentuk Teater
Dalam khasanah teater dewasa ini dapat disimpulkan unsur utama teater  adalah  naskah  lakon,  sutradara,  pemain,  dan  penonton.  Tanpa keempat unsur tersebut pertunjukan teater tidak bisa diwujudkan. Untuk mendukung unsur pokok tersebut diperlukan unsur tata artistik yang memberikan keindahan dan mempertegas makna lakon yang dipentaskan.


Bab 2
(Setting) Lakon


Naskah Lakon

Salah satu cirri teater modern adalah digunakannya naskah lakon yang merupakan bentuk tertulis dari cerit drama yang baru akan menjadi karya teater setelah divisualisasikan kedalam pementasan.

Naskah Lakon pada dasarnya adalah karya sastra dengan media bahasa kata. Mementaskan drama berdasarkan naskah drama berarti memindahkan karya seni dari media bahasa kata ke media bahasa pentas. Dalam visualisasi tersebut karya  sastra kemudian berubah esensinya menjadi karya teater. Pada saat transformasi inilah karya sastra bersinggungan dengan komponen-komponen teater, yaitu sutradara, pemain, dan tata artistik.
Naskah  lakon  sebagaimana  karya  sastra  lain,  pada  dasarnya mempunyai struktur yang jelas, yaitu tema, plot, setting, dan tokoh.

Akan tetapi, naskah  lakon yang khusus dipersiapkan untuk dipentaskan mempunyai struktur lain yang spesifik. Struktur  ini pertama kali di rumuskan oleh Aristoteles yang membagi menjadi lima bagian besar, yaitu eksposisi (pemaparan), komplikasi, klimaks, anti klimaks atau resolusi, dan konklusi (catastrope). Kelima bagian tersebut pada perkembangan kemudian tidak  diterapkan  secara kaku, tetapi lebih bersifat fungsionalistik.



Bab 3
Penyutradaraan


Di Indonesia penanggung jawab proses transformasi naskah lakon ke bentuk pemanggungan adalah sutradara yang merupakan pimpinan utama kerja kolektif sebuah teater. Baik buruknya pementasan teater sangat ditentukan oleh kerja sutradara, meskipun unsur-unsur lainnya juga berperan tetapi masih berada di bawah kewenangan sutradara.

Sebagai pimpinan, sutradara selain bertanggung jawab terhadap kelangsungan proses terciptanya pementasan  juga  harus  bertanggung jawab terhadap masyarakat atau penonton. Meskipun dalam  tugasnya seorang sutradara dibantu  oleh stafnya dalam menyelesaikan  -tugasnya tetapi sutradara tetap merupakan penanggung jawab utama. Untuk  itu sutradara dituntut mempunyai  pengetahuan  yang  luas  agar mampu mengarahkan pemain untuk mencapai kreativitas maksimal dan dapat mengatasi kendala teknis yang timbul dalam proses penciptaan. Sebagai   seorang   pemimpin,   sutradara   harus mempunyai Pedoman yang pasti sehingga  bisa  mengatasi  kesulitan  yang  timbul.

Menurut  Harymawan (1993)  Ada  beberapa  tipe  sutradara     dalam menjalankan penyutradaraanya, yaitu:

1.     Sutradara  konseptor.
 Ia  menentukan  pokok  penafsiran  dan menyarankan  konsep  penafsiranya kepada pemain.  Pemain dibiarkan mengembangkan konsep itu secara kreatif. Tetapi juga terikat kepada pokok penafsiran tsb. Sutradara diktator. Ia  mengharapkan  pemain  dicetak  seperti dirinya sendiri,   tidak   ada konsep   penafsiran   dua arah   ia mendambakan seni sebagai dirinya, sementara pemain dibentuk menjadi robot - robot yang tetap buta tuli.

2.    Sutradara  koordinator.
Ia  menempatkan  diri  sebagai  pengarah atau  polisi  lalulintas  yang  mengkoordinasikan  pemain  dengan konsep pokok penafsirannya.

3.     Sutradara paternalis.
Ia bertindak sebagai guru atau suhu yang mengamalkan ilmu bersamaan dengan mengasuh batin  para anggotanya.Teater   disamakan   dengan   padepokan, sehingga pemain adalah cantrik yang harus setia kepada sutradara.





Bab 4
Pemain & Penonton


Untuk mentransformasikan naskah di atas panggung dibutuhkan pemain yang mampu menghidupkan tokoh dalam naskah lakon menjadi sosok yang nyata. Pemain adalah alat untuk memeragakan tokoh. Tetapi Bukan sekedar  alat  yang  harus tunduk  kepada  naskah.  Pemain mempunyai  wewenang  membuat  refleksi  dari  naskah  melalui  dirinya.Agar  bisa  merefleksikan  tokoh  menjadi  sesuatu  yang  hidup,  pemain dituntut  menguasai aspek-aspek  pemeranan  yang    dilatihkan  secara khusus,  yaitu  jasmani  (tubuh/fisik), rohani  (jiwa/emosi),  dan  intelektual. Memindahkan naskah lakon ke dalam panggung melalui media pemain tidak  sesederhana  mengucapkan  kata  -  kata  yang  ada  dalam  naskah lakon   atau sekedar memperagakan keinginan penulis   melainkan proses pemindahan mempunyai    karekterisasi    tersendiri,    yaitu    harus menghidupkan bahasa kata (tulis) menjadi bahasa pentas (lisan).
1.    AKTING YANG BAIK
Akting tidak hanya berupa dialog saja, tetapi juga berupa gerak.
Dialog yang baik ialah dialog yang :

1. terdengar (volume baik)
2. jelas (artikulasi baik)
3. dimengerti (lafal benar)
4. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
5. Gerak yang balk ialah gerak yang :
6. terlihat (blocking baik)
7. jelas (tidak ragu ragu, meyakinkan)
8. dimengerti (sesuai dengan hukum gerak dalam kehidupan)
9. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)

Penjelasan :

1. Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh.
2. Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan jelas dan terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi kata kata yang diucapkan menjadi tumpang tindih.
3. Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang dipakai . Misalnya berani yang berarti “tidak takut” harus diucapkan berani bukan ber ani.
4. Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan kesan yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah.
5. Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain yang ditutupi.
6. Pemain lebih baik terlihat sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat sebagian besar belakang tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan sebagai berikut
a. Kalau berdiri menghadap ke kanan, maka kaki kanan sebaiknya berada didepan.
b. Kalau berdiri menghadap ke kiri, maka kaki kiri sebaiknya berada didepan.
c. Harus diatur pula balance para pemain di panggung. Jangan sampai seluruh pemain mengelompok di satu tempat. Dalam hal mengatur balance, komposisinya:
•Bagian kanan lebih berat daripada kiri
•Bagian depan lebih berat daripada belakang
•Yang tinggi lebih berat daripada yang rendah
•Yang lebar lebih berat daripada yang sempit
•Yang terang lebih berat daripada yang gelap
•Menghadap lebih berat daripada yang membelakangi
Komposisi diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk mewarnai sesuai adegan yang berlangsung; Jelas, tidak ragu ragu, meyakinkan, mempunyai pengertian bahwa gerak yang dilakukan jangan setengah setengah bahkan jangan sampai berlebihan. Kalau ragu ragu terkesan kaku sedangkan kalau berlebihan terkesan over acting. Dimengerti, berarti apa yang kita wujudkan dalam bentuk gerak tidak menyimpang dari hukum gerak dalam kehidupan. Misalnya bila mengangkat barang yang berat dengan tangan kanan, maka tubuh kita akan miring ke kiri, dsb. Menghayati berarti gerak gerak anggota tubuh maupun gerak wajah harus sesuai tuntutan peran dalam naskah, termasuk pula bentuk dan usia.
2.    Penonton
Tujuan   terakhir   suatu   pementasan   lakon   adalah   penonton.Respon  penonton  atas  lakon  akan  menjadi  suatu  respons  melingkar, antara penonton dengan  pementasan. Banyak  sutradara  yang  kurangmemperhatikan   penonton   dan   menganggapnya   sebagai   kelompok konsumsi  yang  bisa  menerima begitu  saja  apa  yang  disuguhkan sehingga  jika terjadi suatu  kegagalan  dalam  pementasan  penonton dianggap  sebagai  penyebabnya karena mereka tidak  mengerti  atau kurang terdidik untuk memahami sebuah pementasan. Kelompok  penonton pada  sebuah  pementasan  adalah  suatu komposisi organisme kemanusiaan yang peka. Mereka pergi menonton karena  ingin  memperoleh  kepuasan,  kebutuhan,  dan    cita-cita.  Alasan lainnya  untuk  tertawa,  untuk  menangis,  dan  untuk  digetarkan  hatinya, karena terharu akibat dari   hasrat   ingin   menonton.Penonton meninggalkan rumah, antri karcis dan membayar biaya masuk dan lainlain karena teater adalah dunia ilusi dan imajinasi. Membebaskan pola rutin kehidupan  selama  waktu  dibuka  hingga  ditutupnya  tirai  untuk memuaskan hasrat jiwa khayalannya.
Eksistensi  teater  tidak  mengenal  batas  kedudukan  manusia. Secara   ilmiah, manusia memiliki   kekuatan   menguasai   sikap dan tindakannya. Tindakannya pergi ke teater disebabkan oleh keinginan dan kebutuhan  berhubungan  dengan  sesama. Sehingga  menempuh  jalan sebagai berikut :
    Bertemu dengan orang lain  yang  menonton  teater. Teater merupakan suatu lembaga sosial.
    Memproyeksikan diri    dengan    peranan-peranan yang melakonkan hidup dan kehidupan di  atas  pentas  secara khayali. Teater adalah salah satu cara proses interaksi sosial.

Dalam  memandang  suatu  karya  seni  penonton  hendaklah  mampu memelihara  adanya suatu objektivitas artistik. Ini bisa tercapai dengan menentukan jarak estetik  (aestetic distance) sehubungan dengan karya seni yang dihayatinya. Pemisahan yang dimaksud, antara penonton dan yang ditonton, pada seni teater diusahakan dengan jalan:
    Menciptakan penataan yang tepat atas auditorium dan pentas.
    Adanya batas artistik proscenium sebagai bingkai gambar.
    Pentas yang terang dan auditorium yang gelap.
Semua    itu    akan    membantu    kedudukan    penonton    sehingga memungkinkan untuk melakukan perenungan.


Bab 5
Tata Artistik


Tata artistik merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari teater. Pertunjukan teater menjadi   tidak utuh tanpa adanya tata artistik yang mendukungnya. Unsur artistik disini meliputi tata panggung  , tata busana,  tata  cahaya,  tata  rias,  tata  suara,  tata  musik  yang  dapat membantu pementasan menjadi sempurna sebagai pertunjukan. Unsur-unsur artistik menjadi lebih berarti apabila sutradara dan penata artistik mampu memberi makna kepada bagian-bagian tersebut sehingga unsur-unsur  tersebut  tidak  hanya  sebagai  bagian  yang  menempel  atau mendukung,  tetapi  lebih  dari  itu  merupakan  kesatuan  yang  utuh  dari sebuah pementasan.

1.    Tata Panggung
adalah pengaturan pemandangan di panggung selama pementasan  berlangsung. Tujuannya  tidak  sekedar  supaya permainan bisa dilihat penonton tetapi juga menghidupkan pemeranan dan suasana panggung.

2.    Tata  Cahaya  atau  Lampu
adalah  pengaturan  pencahayaan  di daerah sekitar panggung yang fungsinya untuk menghidupkan permainan dan   dan   suasana   lakonyang   dibawakan,  sehingga  menimbulkan suasana istimewa.

3.    Tata Musik
adalah    pengaturan    musik    yang    mengiringi pementasan  teater yang  berguna untuk memberi  penekanan  pada suasana permainan dan mengiringi pergantian babak dan adegan.

4.    Tata suara
adalah pengaturan keluaran suara yang dihasilkan dari berbagai macam sumber bunyi seperti; suara aktor, efek suasana, dan musik. Tata suara diperlukan untuk menghasilkan harmoni.

5.    Tata rias dan tata busana
Adalah pengaturan rias dan busana yang dikenakan pemain. Gunanya untuk menonjolkan watak peran yang dimainkan, dan bentuk fisik pemain bisa terlihat jelas penonton.



Kesimpulan

Artinya, sebuah pertunjukan teater yang berlangsung di atas panggung
membutuhkan proses garap yang lama mulai dari (penentuan) lakon,
penyutradaraan, pemeranan, dan proses penataan artistik. Dalam
setiap tahapan proses ini melibatkan banyak orang (pendukung) dari
berbagai bidang sehingga dengan memahami tugas dan tanggung
jawab masing-masing maka kerja penciptaan teater akan padu.
Kualitas kerja setiap bidang akan menjadi harmonis jika masingmasing
dapat bekerja secara bersama dan bekerja bersama akan
berhasil dengan baik jika semua elemen memahami tugas dan
tanggung jawabnya. Itulah inti dari proes penciptaan seni teater,
“KERJASAMA”.


Kritik & Saran


Daftar Pustaka

http://aamovi.wordpress.com/2009/03/26/pengertian-drama-dan-teater-2/
http://www.psb-psma.org/content/blog/seni-teater
http://mengenal-teater.blogspot.com/2010/04/sejarah-teater-indonesia.html

http://kingponselku.com/kingponselku.comseni/seni-teater-nusantara-seni-teater-nusantara-teater-tradisional
http://senibudayaparamitha.blogspot.com/2011/02/unsur-pembentuk-teater-dalam-khasanah.html
http://www.slideshare.net/airlanggha/kesenian
http://sobatbaru.blogspot.com/2008/04/ragam-seni-teat
Share:
Sekolaholic | Ruang Kamu yang Ketagihan Sekolah. Powered by Blogger.

Email Subscriptions

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Unordered List

Pages

Theme Support